Pemerintah Jakarta menyediakan bus gratis untuk pelajar SMP dan SMA. Banyak yang antusias, tapi bus sering terlambat datang.
Budi Mulyono mengangkat leher tinggi-tinggi, seperti jerapah. Ia berharap matanya segera menangkap bayangan yang sedari tadi ditunggunya. Sambil sesekali bercanda dengan teman-temannya, bocah kurus dan berkulit gelap ini tak mau melepaskan pandangan ke ujung jalan. Dia berharap Si Kuning, bus sekolah itu, segera datang.
Sesekali ia melirik arloji metal yang melingkar di pergelangan tangan kanannya. Waktu masuk sekolah hampir tiba, tapi yang ditunggu tak jua muncul. Kesabarannya makin menipis. "Lama nunggunya. Ini dari jam setengah 12," keluh bocah kelas II SMK Sumber Daya Manusia, Pejaten, Jakarta Selatan, ini.
Sudah hampir sejam Budi dan teman-temannya berdiri di pinggir Jalan Buncit Raya, Jakarta Selatan. Peluh membasahi kemeja putih mereka. Tapi Budi masih berharap Si Kuning segera muncul. Harapan berangkat sekolah dengan bus berpendingin menari-nari di pelupuk matanya. Ia tergoda promosi teman sekelasnya untuk mencoba bus sekolah berwarna kuning cerah itu. "Katanya enak, dah. Full AC dan full music," ujar bocah berusia 15 tahun ini sambil tersenyum.
Berbeda dari Budi, menurut Amalia, 12 tahun, Si Kuning memang sangat berjasa. Pelajar kelas I SMPN 43 Kapten Tendean, Jakarta Selatan, ini sudah berkali-kali menumpang bus kuning, pergi - pulang sekolah. Seperti siang itu, begitu bubaran sekolah ia dan teman-temannya bergegas menuju halte di depan sebuah toko swalayan. Begitu melihat Si Kuning ada di halte, mereka berlari mengejarnya. Sayang sekali muatan bus itu sudah terlalu banyak. Dengan ramah petugas bus sekolah menolak menaikkan mereka. Serempak gerombolan dara berseragam putih biru itu bersorak kecewa. Tapi tak lama kemudian mereka sudah asyik bercanda menunggu kedatangan Si Kuning berikutnya.
Amalia dan teman-temannya kini keranjingan naik Si Kuning. "Gratis, ada AC-nya lagi. Enak, dingin,"ujarnya sambil tergelak. Karena gratis, Amalia jadi bisa ngirit ongkos. Selain itu, dia bisa membaca buku selama perjalanan, karena suasananya nyaman. "Tadi pagi saya dengerin lagu rock, nggak tahu lagu siapa. Tapi senang."
Begitu pula bagi Alviani. Fasilitas yang ditawarkan Si Kuning membuatnya rela berjalan kaki menuju halte dan berebut masuk bus sekolah. Baginya bus sekolah gratisan itu sangat nyaman, meskipun waktu kedatangan tak tentu. "Ya kalau lagi sebentar, ya sebentar. Kalau lagi lama, ya lama," ujar pelajar kelas III SMP ini. Selain memberikan fasilitas lebih, naik bus sekolah juga bisa memperluas pertemanan. "Bisa ketemu sama teman dari sekolah lain," tambahnya.
Muhammad Taufik termasuk penumpang setia bus sekolah. Sejak hari pertama diluncurkan, ia selalu niak bus sekolah meskipun tidak melewati rumahnya. Dari sekolahnya, SMP 124, Duren Bangka, Jakarta Selatan, dia berjalan kaki menuju pemberhentian bus sekolah. Setelah itu ia menumpang bus sampai Terminal Blok M. Dari sini ia harus menyambung lagi bus kota menuju rumahnya di Cipulir, Jakarta Selatan. "Ngirit, nyaman, nggak desak-desakkan. Enak. Ada musik juga," katanya sambil tertawa lebar.
Bagi Diana Malia masalah keamanan merupakan pertimbangan untuk memilih Si Kuning. "Aman, karena tidak terbuka untuk umum, cuma untuk anak SMP dan SMA,"ujar pelajar kelas II SMP ini.
Kekhawatiran akan terjadi tawuran sempat melintas di benak Rahma Maulidia. Maklum saja, penumpang bus pelajar semua. "Takut juga sih, tapi kan dijaga sama petugas," katanya.
Setiap bus sekolah memang dijaga seorang petugas. Petugas itu juga memastikan semua penumpang memang anak sekolah dan mencegah terjadi tawuran pelajar di dalam bus.
Bagi Fahmi Idris, pelajar kelas II SMK di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, naik bus sekolah justru menghindarkan dari tawuran pelajar. Sebab, menurut dia, pelajar yang naik otomatis terseleksi. Mereka yang suka ribut tentu tak berminat naik bus sekolah yang sarat peraturan. "Kebanyakan yang naik itu pelajar dalam arti sesungguhnya,"ujarnya.
Hal senada diungkapkan Irham Maulana. Pelajar kelas II SMP ini mengaku naik bus sekolah aman dari tawuran. "Aman dari ancaman anak SMP lain. Kita jadi nggak tawuran. Kita nggak takut lagi," ujarnya sambil menghembuskan asap rokok. "Dulu kalau pulang pakai bus kota ada anak SMP lain yang coba-coba malakin, bawa senjata tajam. Saya diturunin di tengah jalan, terus dimintain duit," tuturnya geram.
Kini Irham dapat menikmati angkutan yang aman, meski harus menahan kebiasaannya merokok di dalam bus. Irham mengaku tak pernah ditegur petugas. Begitu akan naik bus, ia spontan melempar batangan rokok yang terselip di antara jarinya. "Kesadaran saya sendiri. Kan ber-AC, nggak boleh ngerokok. Udah gitu kan banyak orang di dalam bus," katanya sambil menjentik abu rokok.
Di tengah semua fasilitas dan kenyaman yang ditawarkan, ternyata tak semua pelajar menyambut antusias bus sekolah gratis ini. Andrew, misalnya. Pelajar SMA 60 Jakarta ini sampai sekarang tak tahu rute bus sekolah. Begitu pula Nur Avira. Pelajar kelas I SMA ini tidak berminat mencoba bus sekolah. "Soalnya penuh banget. Nunggunya lama, terus ramenya, desak-desakannya, bikin males," ujar remaja berparas Arab ini. Selain penuh pada jam-jam pulang sekolah, lamanya menunggu membuat Vira tambah enggan naik bus sekolah. Ia lebih memilih naik metromini.
Pemprov DKI Jakarta menyediakan empat rute utama dan dua rute penghubung yang tiap rute dilayani lima bus. Rute I Kemayoran-Lapangan Banteng, Rute II Pulogadung-Priok, Rute III TMII-Kampung Melayu, Rute IV Pasar Minggu-Kebayoran Baru, Rute V Cawang-Grogol, dan Rute VI Cawang-Plumpang.
Bus-bus sekolah ini beroperasi dari Senin hingga Sabtu, pada jam-jam tertentu. Ada tiga shift perjalanan bus, yaitu pukul 05.30-07.00, 11.00-14.00, dan terakhir pukul 15.00-18.00. Pada jam-jam berangkat sekolah bus ini cenderung sepi, hanya beberapa saja penumpangnya. Tapi ketika waktu bubaran sekolah tiba, barulah Si Kuning dipadati pelajar putih abu-bu dan putih biru.
Setiap bus dilengkapi pendingin dan pemutar CD. "Full AC, full music, bagus-bagus lagi kasetnya,"ujar Nacucha, salah seorang pengemudi bus sekolah. Bahkan, katanya beberapa bus mulai dilengkapi televisi. "Jadi bisa nyetel film, asal jangan film porno aja,"kata pria bertubuh tegap dan berkulit hitam ini sambil tersenyum.
Sejumlah halte akan dibangun, karena bus sekolah hanya boleh menaikkan dan menurunkan penumpang di halte khusus. "Dah dibikin ketentuan disuruh naik bus dari halte," kata Nacucha. Berhubung halte yang tersedia masih sedikit, untuk sementara ada kelonggaran. "Pimpinan bilang, kan haltenya belum jadi, ya sementara yang naik diangkut, gitu aja," kata pria yang telah 25 tahun lebih mengemudi bus besar ini.
Selain itu kata Nacucha, sikap pelajar di bus sekolah juga berbeda dibanding ketika mereka naik bus umum. "Kalau di sini nggga ada yang berisik, pada diem. Lha saya juga mikir, diemnya pada mikir, apa diemnya lagi seneng gratis gitu, " kata ayah lima anak ini.
Bahkan, ada juga penumpang yang lebih memilih membaca buku. "Ya sambil baca, sambil belajar. Kalau di angkutan umum kan pada ngerumpi macem-macem, teriak-teriak. Ini malah nggak. Pada baca-baca buku. Mungkin lantaran dingin kali,"ujarnya lagi.
Nacucha mengaku jumlah bus yang terbatas dan kemacetan lalu lintas membuat jam kedatangan tak menentu. Padahal, mestinya setiap sepuluh menit bus sekolah tiba di halte. Terpaksa para pelajar harus menunggu lama. "Padahal nggak pernah nahan atau ngetem gitu. Kita jalan terus. Dah naikin dan nurunin penumpang, langsung jalan,"ujar pria yang setiap hari berangkat pukul 3 pagi dari rumahnya di Tambun, Bekasi, ini. (E2) Foto-foto: Liza Desylanhi
Naskah ini pernah dipublikasikan di situs Voice of Human Right
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment